Saat itu hari Minggu, Pak Indra Gunawan bersedia dikunjungi di hari
liburnya karena kami ingin meminta beliau menjelaskan cara membuat pupuk
organik berupa bio-urine dari urine kambing.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 WIB, petani Asosiasi Petani Berkah Mandah
Lestari yang tinggal di Pelabuhan Dagang, Tanjung Jabung Barat, Jambi ini menyapa
kami dengan ramah, mempersilakan kami duduk di teras rumahnya.
Tak lama berselang, kami pun meminta Pak Indra untuk menunjukkan lokasi
kandang kambing miliknya, yang ternyata bersebelahan dengan tempat tinggalnya.
Kandang kambing itu berada di bagian belakang rumah, dan posisinya cukup
tinggi. Dalam satu kandang, ada 8 ekor kambing yang dipelihara oleh Pak Indra.
"Proses awalnya penampungan urine terus dimasukkan ke dalam tempat
untuk pencampuran, dan di dalam tempat tersebut urine sama air dikasih gula
merah sama EM4 (larutan yang mengandung banyak bakteri) terus diproses
pendiaman selama lebih kurang 15 hari. Selesai proses pendiaman baru bisa
digunakan ke lahan perkebunan sawit", Pak Indra mulai menjelaskan proses
pembuatan bio-urine yang sudah ia lakukan dalam dua tahun terakhir.
Setidaknya ada empat bahan yang digunakan untuk membuat bio-urine, yakni
20 liter urine kambing, 1 liter air, gula merah, dan larutan bakteri.
Gula merah berfungsi sebagai makanan bakteri dalam proses fermentasi, dan
air digunakan untuk melarutkan gula merah tersebut.
Dalam sehari semalam, 8 ekor kambing milik Pak Indra bisa menghasilkan 20
liter urine.
Dari total pencampuran seberat 25 liter tersebut, hanya bisa
diaplikasikan untuk 5 pokok sawit, "untuk pemupukan dalam satu hektare
saya membutuhkan urine kambing lebih kurang 400 liter."
Kesabaran menjadi kunci bagi Pak Indra untuk membuat pupuk bio-urine ini,
karena selain butuh kerja ekstra dalam membuatnya, hasil yang didapatkan juga
tidak instan, "sabar terus memang prosesnya tidak kayak pupuk kimia, kalau
kimia itu kayak instan 6 bulan sudah bisa tampak perubahan, sementara kalau pakai
bio-urine itu bisa sampai 1 tahun nampak hasilnya."
Namun ia meyakini pengaplikasian bio-urine merupakan langkah terbaik,
demi menghemat biaya pengeluaran dan perbaikan lingkungan, "pertama saya
mengirit pengeluaran, kedua memang untuk menjaga kelembaban tanah, makanya saya
berkelanjutan untuk memakai pupuk urine".
Meski belum siginifikan, ada sejumlah perubahan positif yang dirasakannya
setelah menggunakan pupuk organik, yakni rumput cepat subur, tidak lagi kering
tandus seperti saat menggunakan pupuk kimia. Daun juga mulai menghijau.
Penggunaan pupuk yang ramah lingkungan menjadi penting bagi Pak Indra,
agar tidak bergantung pada pupuk berbahan kimia, "kalau kita pakai pupuk
kimia paling pertama pencemaran tanah akan berkelanjutan dan kita juga akan
bergantung dengan pupuk kimia. Oleh karena itu saya beralih menggunakan bio
urine. Bagi teman-teman kelompok perlu mencoba, hasilnya tidak harus kayak
begitu kita pakai harus tampak perubahan tapi kita tunggu dalam berapa tahun
atau dengan kesabaran."
•••
FONAP - FORTASBI - Yayasan Setara Jambi berkolaborasi dalam perbaikan lansekap berupa Pertanian Regeneratif.
Kolaborasi sudah dilakukan sejak tahun lalu, melalui penerapan pupuk organik (bio-urine dan jangkos), penerbasan kebun, dan pemulihan Lubuk Larangan.
Ikuti kami di media sosial lain:
Instagram: @fortasbi.indonesia
Facebook: Yayasan FORTASBI Indonesia
LinkedIn: Yayasan FORTASBI Indonesia
Youtube: Yayasan FORTASBI Indonesia
Tulis Komentar